FAQ
Berikut beberapa pertanyaan yang sering muncul ketika ingin mengetahui lebih dalam mengenai Stolen Children of Timor-Leste
Selama periode konflik pada tahun 1975-1999, ribuan anak dipindahkan paksa dari keluarga mereka dari wilayah Timor-Timur ke Indonesia. Praktik pemindahan anak-anak ini dilakukan secara meluas oleh organisasi militer, yayasan amal dan keagamaan di Indonesia, sebagai bentuk sentimen pengendalian dan penguasaan atas rakyat Timor.
Anak Timor-Leste yang berumur di bawah 18 tahun yang dibawa ke Indonesia oleh pejabat publik atau sepengetahuan pejabat publik pada masa konflik 1975-1999 di Timor-Leste tanpa persetujuan keluarga atau wali mereka.
Pemindahan anak-anak Timor-Timur ke Indonesia berkisar dari penculikan oleh para prajurit secara perorangan sampai melalui program pendidikan yang dibiayai pemerintah. Anak-anak ini juga dibawa oleh yayasan keagamaan, lembaga sosial, dan individual sipil. Anak-anak yang dibawa ke Indonesia banyak diperlakukan sebagai barang milik yang bisa dipindah paksa, dikemas dalam kotak, dan diharuskan melakukan kerja kasar untuk keluarga di mana mereka tinggal.
Menurut CAVR, “praktik umum pengambilan anak-anak ini menunjukkan pandangan bahwa dengan menguasai wilayah Timor-Leste, Indonesia memiliki kekuasaan tak terbatas terhadap anak-anak… Anggota ABRI dan orang lain yang berkuasa di Timor Leste merasa berhak untuk mengambil anak Timor-Leste tanpa ijin dari orang tua mereka.”
Sebagian besar anak-anak yang dicuri adalah anak laki-laki yang awalnya dijadikan TBO. Setelah bekerja sebagai TBO selama waktu tertentu, sebagian anak-anak ini dinaikkan ke atas kapal yang memulangkan kesatuan. Namun ada juga anak-anak perempuan dan laki-laki yang bukan TBO.
Sebagian besar anak-anak yang dicuri adalah anak laki-laki yang awalnya dijadikan TBO. Setelah bekerja sebagai TBO selama waktu tertentu, sebagian anak-anak ini dinaikkan ke atas kapal yang memulangkan kesatuan. Namun ada juga anak-anak perempuan dan laki-laki yang bukan TBO.
Tenaga bantuan operasional.
Penggunaan anak sebagai TBO (Tenaga Bantuan Operasi) membahayakan nyawa, kesehatan, dan prospek masa depan mereka. Militer Indonesia secara aktif melibatkan anak-anak dalam militer dan paramiliter dengan menggunakan mereka sebagai TBO dan milisi. Masa kerja yang bisa berlangsung selama beberapa tahun merusak kesempatan mereka untuk mengenyam pendidikan. Banyak dari mereka yang memiliki cedera fisik dikarenakan harus membawa beban yang melebihi kapasitas maksimal tubuh mereka.
Laporan komisi kebenaran, CAVR, memperhitungkan bahwa terdapat ribuan anak yang dipindahkan pada tahun 1975-1999. Angka 4000 atau 4534 anak sering dikutip oleh media dan sejumlah masyarakat sipil untuk melihat fenomena ini. Akan tetapi, angka tersebut muncul dari informasi UNHCR yang memiliki mandat untuk mendata hanya anak yang hilang di tahun 1999 saja. Oleh karena itu, jumlah anak-anak yang dipindahkan dan belum kembali sudah pasti jauh lebih banyak.
Pemindahan paksa ini mengubah jalan hidup anak-anak Timor. Banyak yang mengalami penganiayaan dari pihak yang mengambil. Keadaan ini menyebabkan kesempatan yang seharusnya mereka miliki, tidak mereka dapatkan; pendidikan, masa kanak-kanak, keluarga yang penuh kasih, dan identitas budaya.
Dengan berlalunya waktu, anak-anak ini menjadi dewasa. Banyak yang telah beradaptasi dengan budaya, bahasa dan agama di wilayah Indonesia tempat mereka tinggali. Dengan nama baru, mereka masih ingat akan identitas Timor mereka, sisa kenangan dari masa kecil: pemandangan gunung, nama desa, nama orang tua, dan lagu pengantar tidur.
Anak-anak Timor-Leste dikirim ke beberapa wilayah Indonesia, kadang sendirian dan kadang dalam kelompok. Beberapa dikirim ke panti asuhan milik negara atau swasta, beberapa ke asrama keagamaan, beberapa diadopsi oleh keluarga sebagai anak atau untuk bekerja. Namun, terdapat sejumlah pola umum melalui cerita anak-anak tentang pengalaman mereka:
- Hilangnya identitas kebudayaan
- Penganiayaan
- Terputusnya komunikasi antara anak dan keluarga mereka
- Hilangnya identitas kebudayaan
- Penganiayaan
- Terputusnya komunikasi antara anak dan keluarga mereka